Senin, 23 April 2012

Tetes-Tetes Getah Pohon Karet di Tapanuli Bagian Selatan


Oleh : Mahmulsyah Daulay

“Ulang anggap enteng tu bayo pengguris on,   Muda manimbang gota  hepeng sajo di saku on”,  demikan dua penggal lagu daerah yang pernah penulis dengar dan hits waktu masih di kampung asal di Tapanuli Bagian Selatan pada penghujung tahun 70-an.  Munculnya lagu tersebut  tentu memiliki  latar belakang. Pada saat itu harga getah sangat menjanjikan.  Harga satu kg getah karet basah saat itu kurang lebih setara dengan 1 tabung beras (kira-kira 5 liter).  Di sisi lain kondisi pohon karet pada masa itu relative masih baik dalam konteks perkebunan karet rakyat.


                                           Perkebunan Karet Rakyat

Sampai sekarang, karet masih menjadi sumber pendapatan utama sehari-hari bagi sebagian besar masyarakat petani di Tapanuli Bagian Selatan.  Jika memperhatikan data yang di keluarkan oleh Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Utara menunjukkan bahwa 38, 18 persen luas tanaman karet perkebunan rakyat  terdapat di wilayah Tapanuli Bagian Selatan, dan menyumbang produksi sebesar 25,85 persen dari total produksi karet rakyat Sumatera Utara.   Lihat tabel di bawah.



LUAS TANAMAN DAN PRODUKSI KARET TANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT DI EMPAT KABUPATEN TAHUN 2010
No
Kabupaten
Luas Tanaman (Ha)
PRODUKSI (Ton)
TBM
TM
TTM
JUMLAH TOTAL
1
Mandailing Natal
6,637.14
43,865.50
20773.54
71,276.18
37,383.18
2
Tapanuli Selatan
5,448.50
9,557.75
8,782.75
23,789.00
6,700.53
3
Padang Lawas Utara
14,894.00
24,141.00
2,550.00
41,585.00
20,900.64
4
Padang Lawas
6,204.00
4,024.00
1,126.00
11,354.00
3,504.65
Jumlah Tabagsel
33,183.64
81,588.25
33,232.29
148,004.18
68,489.00

Jumlah Sumut
54,817.44
287,985.68
44,844.69
387,647.81
264,927.75








Persen terhadap Provinsi
60.534822
28.330662
74.1053
38.180063
25.85195
Sumber : Dinas Perkebunan Sumatera Utara

Hal yang menggembirakan adalah,   terdapat potensi bagi Tapanuli Bagian Selatan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dari karet ini.  Terdapat 60,53 persen Tanaman belum menghasilkan, artinya suatu saat dengan perwatan dasar yang dilakukan, maka akan menjadi Tanaman Menghasilkan, luasnya mencapai 33 ribu hektar.  Meskipun disadari Tanaman Tidak menghasilkan (umumnya umurnya produksinya telah lewat yakni 20-30thn), di Tapanuli Bagaian Selatan  sungguh banyak , yakni mencapai 74,10 persen, sungguh besar. Hal ini menunjukkan bahwa proses peremajaan yang dilakukan terlambat. 
Indonesia pernah menguasai pasaran karet alam Internasional pada era pasca – Perang Dunia II. Waktu itu boleh dikatakan sebagian besar dipasok oleh Indonesia (sebagai produsen karet utama dunia). Sayangnya posisi tersebut tidak diikuti dengan langkah – langkah penunjang seperti :
1.      pengelolaan kebun karet dikatakan kurang baik;
2.      perluasan kebun karet kurang dilakukan;
3.      peremajaan tanaman – tanaman karet tua hampir tak dipikirkan;
4.      penyadapan yang berlebihan / teknik penyadapan;
5.      kualitas sumber daya manusianya.

Harus diakui hasil dan mutu produksi karet alam Indonesia masih rendah. Sekiranya masih mengharapkan devisa terus mengalir dari tetes getah pohon karet maka peningkatan hasil dan mutu produksi harus dilakukan, bagaimana caranya? Itu semua tidak terlepas dari penanganan perkebunan karet, pengelolaan serta pengolahan yang baik. 

1 komentar:

  1. nda be dabe uda anggo maso on,,,
    mayup pangguris.....
    8000 dm arga ni gota i sian 15000....
    sementara arga ni danon 35 lobi satabung...
    inda nabanding be..

    BalasHapus